Lawan krisis kapitalisme (3) saatnya rakyat melatih diri untuk berkuasa

Rabu, 27 Mei 2009

Dari rangkaian kewajiban front persatuan dan membangun anti-tesa kegagalan sistem kapitalisme, maka tahapan selanjutnya adalah pertarungan terbuka dalam skema kekuasaan Negara, baik pada level tertinggi hingga level rendah. Sebab tanpa kemenangan secara politik, maka mustahil kemenangan secara ekonomi dapat kita peroleh. Seperti yang diutarakan Lenin berikut ini : "Dalam sebuah masyarakat yang didasarkan pada pembagian kelas, perjuangan antar kelas yang saling bertentangan, pada tahap tertentu dari perjalanannya, mau tidak mau akan mewujud dalam perjuangan politik.

Perwujudan perjuangan politik antar kelas yang paling tegas, menyeluruh dan khas adalah perjuangan antar partai. Prinsip non-partisan berarti mengabaikan perjuangan antar partai. Namun, pengabaian ini tidak sama dengan menjadi netral, atau penolakan untuk berpartisipasi dalam perjuangan ini, karena dalam sebuah perjuangan kelas tidak mungkin ada pihak yang netral; dalam masyarakat kapitalis, mustahil untuk “menghindar” dari keharusan turut serta dalam pertukaran komoditi atau tenaga kerja.

Dan konflik dalam pertukaran ini mau tidak mau akan memunculkan perjuangan ekonomi, dan disusul oleh perjuangan politik. Dengan demikian, dalam prakteknya, pengabaian [terhadap perjuangan politik] ini sama sekali bukan berarti berdiri di luar panggung perlawanan, menolak untuk turut serta, atau menjadi netral. Pengabaian [terhadap perjuangan politik] ini adalah dukungan bisu terhadap mereka yang kuat, terhadap mereka yang berkuasa"[1].


Dengan dimikian, bahwa perjalanan ke arah Sosialisme (road to the socialism) akan mampu kita wujudkan dengan terlebih dahulu mengarahkan potensi kekuatan rakyat dalam merebut alat-alat politik kekuasaan (road to the power). Untuk itu, gerakan kita di kalimantan Timur harus mampu kita arahkan dalam upaya merebut struktur-struktur politik kekuasaan mulai dari tingkatan RT, RW, Kecamatan, hingga Bupati/Walikota. Paling tidak tahap awal kita bisa mulai dengan beberapa cerminan tindakan seorang Sosialis sejati, yakni ;

Pertama, pergeseran taktik dari sektoral ke Teritorial. Rakyat harus mampu kita latih bagaimana merebut kekuasaan dan memimpin dirinya sendiri. Belajar dari pengalaman gerakan sosialisme Amerika Latin, bahwa kekuatan besar kita dapat dari kemenangan kecil meski pada tingkat “distrik” terlebih dahulu. Hal ini tentu saja mengamini pepatah kuno nenek moyang kita, bahwa 1000 mil kita pasati selalu memulainya dari satu langkah, setitik demi setitik lama kelamaan akan menjadi gunung. Begitu pula dari logika gerakan yang harus kita bangun, bahwa mata bedil senapan kita harus diarahkan secara tepat kepada penguasaan sturktur politik kekuasaan yang paling terkecil terlebih dahulu. Gerakan kita yang selama ini berbasais sektoral, buruh, tani, nelayan, miskin kota, intelektual, masyarakat adat, kebudayaan, dll, sudah saatnya kita satukan dan kita arahkan dalam bangunan blok yang berbasis teritorial, yakni bertindak dalam mewujudkan struktur politik massa dalam kepnguasaan stuktur politik negara, dari RT, RW, Kecamatan, Kabupaten/Kota, hingga pada akhirnya merebut jantung kekuasaan negara yang paling tinggi.

Kedua, Meningkatkan unsur dan posisi kelas dalam Organisasi. Hal ini merupakan kewajiban front persatuan dan organisasi kita semua. Bahwa sejatinya perjuangan kelas harus diletakkan kepada kepemimpinan kelas itu sendiri, bukan di tangan borjuis kecil yang justru berpotensi menjadi benalu dalam gerakan sebagaimana pengalaman kita selama ini. Kekuatan kelas yang tersimbolisasi kepada kaum buruh beserta sekutu sejatinya hari ini, petani, rakyat miskin perkotaan, nelayan, dan intelektual progresif yang juga turut menopang, harus kita didik untuk memimpin dirinya sendiri. Untuk itu, peluang itu harus terus menerus kita ciptakan dalam pola gerakan kita. Seperti yang diutarakan Lenin berikut ini ;

“Penempatan kader-kader kelas pekerja dalam komite-komite [pimpinan, pen.] adalah sebuah tugas politik, bukan sekedar untuk pendidikan. Kader-kader kelas pekerja memiliki naluri kelas, dan jika mereka mendapat cukup pengalaman politik, mereka akan cepat menjadi Sosial Demokrat yang tangguh. Saya sangat mendukung jika ditempatkan delapan buruh untuk tiap dua intelektual dalam komite-komite kita.”[2]

Sebagai bagian akhir dari tulisan ini, hanya satu hal yang perlu kita tekankan bersama, yakni ; ketekunan dan kesabaran dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab revolusioner kita. Bangun kedisiplinan, bingkai ketekunan dan keseriusan dalam bertindak adalah satu rangkaian dalam mewujudkan perubahan sejati menuju terciptakan tatanan masyarakat sosialisme yang tanpa penindasan dan tanpa penghisapan seperti yang dirasakan rakyat di bawah sistem kapitalisme selama ini.

[1] V. I. Lenin, The Socialist Party And Non-Party Revolutionism. LCW, 4th English Edition, Progress Publishers, Moscow, 1972 Vol. X. page. 79.
[2] V. I. Lenin. The Third Congress Of The R.S.D.L.P.(1905), Collected Works, 4th English Edition, Progress Publishers, Moscow, 1965. page. 407

2 komentar:

Boku no Blog mengatakan...

Wah info dan Blog yang bagus nich Ma Herdiansyah...
salam kenal and mampir juga ke Blogku ya...
Thanks...

Zoom Magazine mengatakan...

Trims mas, sama2...Salam kenal kembali...Senang berkenalan dengan anda...

Posting Komentar

Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang katro ini. Biasakanlah berkomentar setelah Anda membaca artikel. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!