"Tan Malaka tak ubahnya daripada Jefferson-Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah....". (Prof. Moh. Yamin, dalam Tan Malaka, Bapak Repoeblik Indonesia)
Tan Malaka ; Sosok Pejuang Gigih
Ia dilahirkan pada tanggal 2 Juni 1897 di desa Pandan Gadang, Sumatra Barat dengan Nama lengkap, "Datuk Ibrahim Tan Malaka". Ia salah seorang sosok pejuang yang terlupakan dalam lembaran sejarah kemerdekaan Indonesia, bahkan selama kekuasaan otoriter Orde Baru Soeharto, Tan Malaka cenderung selalu digambarkan sebagai salah satu prototype komunis berdasarkan tafsir tunggal penguasa ketika itu[1]. Tan Malaka harus diakui telah memberikan kontribusi penting dalam perjalanan panjang proses kemerdekaan Indonesia, bahkan dapat disejajarkan dengan para "founding fathers" kemerdekaan kita, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Syahrir, dll. Bahkan berdasarkan rekam jejak sejarah perlawanan Rakyat Indonesia terhadap kolonial, peran Tan Malaka telah Nampak, jauh sebelum Tokoh-tokoh tersebut banyak berbicara.
Tan Malaka sendiri memulai aktivitas poltiknya secara terbuka pada tahun 1920-an, dimana ketika itu ia bersama kaum muda Indonesia, mengorganisir kursus-kursus politik ditengah ancaman represif kolonial, yang didedikasikan untuk mendidik dan membangun pemikiran kaum muda, khususnya mebangun keahlian pengorganisasian, jurnalistik, memimpin massa, dan tentu saja mendorong semangat perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing terhadap kaum pribumi, Indonesia. Tan Malaka banyak melakukan proses interaksi dalam bentuk diskusi dengan tokoh-tokoh komunis dari ISDV[2], seperti Semaun, Snevlet, dll. Seiring aktivitas tersebut, Tan Malaka juga turut dalam bergabung dalam Syarikat Islam (SI) Semarang dan kemudian menginisiasi pembentukan sekolah rakyat bagi anak-anak anggota SI dan Rakyat kaum kromo atau miskin lainnya. Sekolah ini kemudian dikenal dengan sebutan "SI School", dengan memiliki 3 (tiga) prinsip dan tujuan utama, yakni : Pertama, Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb). Kedua, Memberi Haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging). Dan Ketiga, Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta Kaum Kromo[3].
Salah satu faktanya lain keterlibatan Tan Malaka adalah, upaya peberontakan yang dilancarkan oleh kaum komunis pada tahun 1926-1927, dengan melakukan pemogokan-pemogokan umum yang diorganisir oleh VSTP[4]. Meski pemberontakan tersebut gagal, namun hal ini telah membangun semangat gigih perjuangan bangsa Indonesia untuk terus melancarkan perlawanan terhadap kolonial. Pemberontakan tersebut telah membangun dan memberikan pemahaman kepada bangsa dan rakyat Indonesia, bahwa kolonialisme bukanlah tembok kokoh yang mustahil untuk dirobohkan. Meski Tan Malaka tidak memberikan kontribusi langsung terhadap percobaan pemberontakan tersebut[5], akan tetapi pikiran-pikiran Tan Malaka menyangkut strategi perjuangan bangsa Indonesia terhadap Kolonial, telah menjadi inspirasi serta semangat kuat kepada para pejuang yang melakukan upaya pemberontakan tersebut.
Tan Malaka dan Maha Karyanya
Salah satu karya Tan Malaka, yang memotivasi pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia, adalah, "Naar de Repoeblik Indonesia" - Menuju Republik Indonesia-. Dalam karya yang diterbitkan pertama kali di tiongkok ini, Tan Malaka secara tegas menyerukan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk sesegera mungkin menabuh genderan peran, ditengah posisi kolonial yang semakin represif yang kemudian melahirkan kebencian yang begitu sangat luar biasa. Hal tersebut terlihat sebagaimana penggalan seruan yang tertuang dalam buku tersebut berikut ini :
"Pertentangan antara rakyat Indonesia dan imperialisme Belanda makin lama makin tajam. Penderitaan massa bertambah pesat. Harapan dan kemauannya untuk merdeka berlangsung bersama-sama dengan penderitaannya. Politik revolusioner merembes di antara rakyat Indonesia makin lama makin meluas. Pertentangan yang makin tajam antara yang berkuasa dan yang dikuasai menyebabkan pihak yang berkuasa menjadi kalap dan melakukan tindakan-tindakan sewenang-wenang"[6].
Maka sangat jelaslah, bahwa peran dan keterlibatan Tan Malaka dalam upaya membebaskan Bangsa ini dari belenggu penjajahan, tidak diragukan lagi. Ditengah ketakutan dan keraguan yang menyelimuti para pejuang kemerdekaan di masa itu, Tan Malaka justru menjadi salah seorang yang penuh keberanian untuk menampakkan sikap secara terbuka terhadap ketidakadilan yang dialami oleh Bangsa Indonesia.
Tan Malaka dan Dunia Politik Internasional
Tan Malaka juga merupakan salah satu tokoh penting Indonesia, yang melakukan gerilya politik hingga tingkat Internasional. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatannya dalam "Komunisme Internasional", atau "Komintern". Situasi politik dimasa itu memang menuntut adanya solidaritas tinggi dari Negara-negara jajahan Imperialisme-Kapitalisme[7], yang dipimpin oleh Inggris, Amerika, Belanda dan sekutu-sekutunya. Keberadaan ia di Komintern bahkan menuntut ia untuk lebih sering diluar ketimbang didalam negeri sendiri. Tan Malaka pernah menetap di Moskow, Tingkok, Cina, Bangkok, Belanda, Philipinan dll.
Semangat Tan Malaka, Semangat Pembebasan Nasional
Sebagai bagian akhir dari tulisan singkat ini, penulis hanya ingin mengatakan bahwa, upaya meluruskan kembali sejarah memang harus dilakukan oleh Bangsa Indonesia, khususnya bagi generasi muda. Sejarah harus diukir apa adanya tanpa ada tafsir tunggal berdasarkan kemauan penguasa. Tan Malaka tak bias dipungkiri telah membawa semangat perjuangan kemerdekaan penuh bagi Rakyat Indonesia, bahwa hingga kinipun jiwa serta roh itu masih tetap ada meski seberapa kuatpun penguasa menyembunyikannya dari fakta yang sebenarnya. Tan Malaka sungguh mampu melahirkan buah pemikiran yang memberikan inspirasi perlawanan terhadap ketidakadilan bagi siapapun, meski buah pemekiran itu lahir melalui proses yang sulit dan melelahkan, bahkan harus berhadapan dengan intimidasi, terror hingga penjara. Namun itulah konsekuensi dari perjaungan, seperti kata pepatah yang mengatakan bahwa, "Kelahiran suatu pikiran, sering menyamai kelahiran seorang anak. Ia harus didahului dengan penderitaan-penderitaan pembawaan kelahirannya". Begitupun dengan Tan Malaka dan karya pikirannya yang lahir dari rangkaian penderitaan-penderitaan yang mungkin bagi manusia yang lemah hati dan miskin semangat, akan menyerah begitu saja. Namun Tan Malaka mampu membuktikan, bahwa sesungguhnya perjuanan itu tidak akan pernah berhenti begitu saja, hanya karena tembok tebal kekuasaan, atau hanya karena ancaman penjaran dan pembuangan. Maka tidak salah jika Pemerintahan Soekarno menganugerahi gelar pahlawan nasional bagi Tan Malaka melalui Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani langsung oloeh Presiden Sukarno pada tanggal 28 Maret 1963 yang menetapkan bahwa Tan Malaka sebagai salah satu pahlawan kemerdekaan Nasional.
Akhir kata, meski Tan Malaka telah memisahkan raga dari bumi, namun semangat dan pikiran-pikirannya tetap abadi disetiap kobaran perlawanan setiap manusia Indonesia yang tertindas. Sebagaimana ungkapan beliau yang maha dahsyat terlontar, "Ingatlah Bahwa Dari Dalam Kubur, Suara Saya Akan Lebih Keras Daripada Dari Atas Bumi"[8]. Selamat jalan pejuang revolusi Indonesia, semangatmu akan kami semai di setiap nafas perjuangan kami.
Catatan Kaki :
[1] Prototipe Komunis dalam versi penguasa orde baru, selalu diidentikkan dengan ideology yang anti pancasila, tidak bermoral, menghalalkan segala cara, tidak beragama, dan stigma lain yang menjurus ke pembatasan keilmiahan terhadap sebuah pemikiran.
[2] ISDV merupakan embrio Partai Komunis Indonesia.
[3] Tan Malaka, dalam "SI Semarang dan Onderwijs", Semarang, 1921.
[4] VSTP merupakan induk dari SS Bond, yakni persekutuan buruh kereta api pertama yang ada di Indonesia. Serikat Buruh ini lebih behaluan komunis, karena pengaruh tokoh-tokoh PKI dan syarekat islam, termasuk Tan Malaka sendiri sebagai kaum muda ketika itu.
[5] Tan Malaka, sejak tahun 1924 berada di Luar Negeri Tepatnya di Philipina.
[6] Tan Malaka, dalam "Naar de Repoeblik Indonesia". Tingkok, 1925.
[7] Soekarno, lebih senang memberikan istilah Imperialisme-Kapitalisme, dengan sebutan, "Neokolin".
[8] Tan Malaka, Dari Penjara Ke Penjara, jilid 2 Tahun 1948.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang katro ini. Biasakanlah berkomentar setelah Anda membaca artikel. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!