SAMARINDA, - LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai, penghentian proses penyidikan terhadap sengketa lahan antara PT Kaltim Prima Coal (KPC) - PT Parodisa adalah hanya bentuk "cuci tangan" Polda Kaltim yang ingin lepas dari tanggunjawabnya dalam mengusut kasus tersebut. Pasalnya, selain alasan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tersebut tak jelas dengan salah satunya KPC hingga saat ini tak pernah bisa membuktikan surat ijin resmi dari Departemen Kehutanan (Dephut) untuk mengolah lahan milik Parodisa itu, Polda menginginkan agar kasus itu masuk dalam ranah perdata di pengadilan, sehingga mereka tak lagi menanganinya tapi melalui Pengadilan. "Lihat saja tiba-tiba Polda menghentikan perkaranya, bisa dikatakan ada apa-apanya kan dibalik semua ini. Karena kita semua tahu, Polda dulunya yang sangat gencar dalam mengusutnya, sampai-sampai ada manajemen KPC yang dipanggil dan dijadikan tersangka, kalau akhirnya SP3 dikeluarkan apa tidak terjadi kerancuan dibalik semua ini," kata Isal Wardhana, Direktur Walhi Kaltim, Rabu (1/7).
Menurutnya, Polda sudah jelas mengindikasikan agar PT Parodisa sebagai penggugat untuk melaporkannya ke Pengadilan saja. Dengan masuknya ranah pengadilan atau masuk dalam ranah kasus perdata itu, maka "cuci tangan" yang dimaksudkan sudah semakin jelas dialamatkan kepada Polda.
"Dan ketika hal ini terjadi, maka kami dari Walhi Kaltim sangat menyayangkannya. Sudah jelas sekali, Polda sangat jauh menelusuri kasus itu sampai ke akar-akarnya, kenapa lagi tiba- tiba di SP3 dengan alasan yang tak jelas seperti itu. Ini apa bukan bentuk pencederaan terhadap penegakkan kasus hukum, khususnya dibidang lingkungan kita," ujarnya dengan tegas.
Seperti diberitakan, Polda Kaltim menghentikan proses penyidikan kasus PT KPC - PT Parodisa itu dengan alasan sesuai pertemuan antara Polda, kedua perusahaan bersengkata, Dinas Pertambangan dan Energi, Dnas Kehutanan pertengahan Juni lalu, tak ditemukan PT KPC melawan hukum.
Bahwa pengolahan lahan oleh KPC sudah melalui prosedur dengan mendapat ijin yang berlaku. Hal itu dibuktikan dengan nota pembayaran DR PSDH sebanyak 22 kali yang masuk dalam rekening Dinas Kehutanan Kaltim, sesuai dengan prosedur ijin pakai lahan seluas 13.000 hektar antara Dephut RI dan KPC.
Terpisah, Koordinator Jatam Kaltim Kahar Al Bahri mengungkapkan, keputusan Polda Kaltim seperti itu sudah ia prediksi sebelumnya. Itu terlihat dari indikasi mengulur-ulur waktu dan kaburnya tahapan penyidikan. Baginya, keputusan itu aneh. Jika tidak ada perbuatan melawan hukum lantas untuk apa semua tindakan polisi selama ini. KPC juga bisa saja melakukan gugatan balik kepada polisi karena telah diperlakukan sedemikian rupa.(aid)
Source : www.tribunkaltim.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Mantap WALHI....salam lestari
Kalo bukan WALHI yang berani angkat bicara, siapa lagi???
Posting Komentar
Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang katro ini. Biasakanlah berkomentar setelah Anda membaca artikel. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!