Krisis baru ; wajah baru bagi Kapitalisme

Kamis, 23 April 2009

Krisis, kata ini menjadi begitu sangat populer ditelinga siapapun hari ini, tak terkecuali bagi masyarakat miskin sekalipun yang secara organik justru merupakan orang-orang yang paling menderita dan semakin terbelakang dengan keberadaan krisis ini. Namun apa dan bagaima krisis ini lahir, menjadi hal yang tidak semua orang tahu. Untuk itu, tulisan ini mencoba untuk memberikan sumbangsih terhadap penjelasan seputar fenomena krisis ini. Karena sejatinya, penyebab dari krisis ini, adalah musuh dari si korban dan bukti kegagalan serta dosa besar bagi si pelaku.

Dalam skema ekonomi global, krisis yang muncul dan meluas, selalu dimulai dari sarang si aktor atau pelaku utama yang menggerakkan perekonomian dunia. Siapa lagi kalau bukan Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya, negara yang selama ini menjadi simbol kekuatan ekonomi besar dunia saat ini. Di Amerika-lah sistem ekonomi kapitalisme yang buas dan licin bekerja. Di Amerika pula penjajahan modal terhadap negara-negara berkembang direncanakan. Melalui lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan dunia (IMF, World Bank, WTO, dll), ketergantungan itu dimulai melalui jerat utang. Namun pertanyaan sederhana muncul, jika Amerika merupaka simbol kekuatan ekonomi dunia yang paling maju, mengapa justru krisis lahir dan dimulai dari sana?. Apa yang salah? Bahkan jika me-review jauh kebelakang berdasarkan rekam jejak yang ada, sejarah Perang dunia-pun lahir dengan kemunculan krisis terlebih dahulu. Perang dunia I, Perang Dunia II, Perak Teluk, hingga Invasi ke Afganistan dan Irak sekalipun, selalu di awali dengan gejolak krisis dunia, terutama di induk Negara Kapitalisme tersebut.

Salah satu varian penyebab munculnya krisis kapitalisme adalah, terjadinya pola dasar atau keniscayaan dari sistem ini, yang kita sebut “over produksi” . Hal ini terjadi akibat pola produksi massal yang tiada henti, hanya demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Ketika produksi berlebih tersebut tidak sebanding dengan tingkat kemampuan daya beli pasar atau konsumen , maka akan terjadi ketimpangan (baca ; kerugian) yang akan mengguncang sistem kapitalisme tersebut dari dalam (internal effect). Dalam peradaban modern seperti sekarang, salah satu fakta bahwa over produksi ini tengah terjadi adalah semakin banyaknya perusahaan-perusahaan besar yang rontok satu-persatu akibat skandal keuangan , terjadinya efisiensi atau pengetatan biaya produksi yang mendorong terjadinya PHK besar-besaran, pengurangan jam kerja, dll. Lihat saja bagaimana perusahaan besar seperti yahoo, toyota, siemens dll merumahkan pekerjanhya tanpa ampun hanya untuk menyelematkan diri dari krisis.

Hal ini pulalah yang sedang terjadi di Amerika, benteng kekuatan ekonomi kapitalis dunia. “wall street”, sebagai simbolisasi kekuatan keuangan dan pasar modal terbesar dunia saat ini, kini rontok dan tak mampu berkutik sama sekali. Satu persatu perusahaan besar-pun tak lepas dari krisis keuangan, mulai dari Lehman Brothers, Goldman Sach, Merril Lynch, hingga American International Gorup (AIG) . Ini membuktikan bahwa, kapitalisme memang memiliki watak histories untuk terus menerus melahirkan kriris yang mengancam internalnya sendiri. Wajah panik tak mampu disembunyikan, Pemerintah AS lantas memberikan stimulus fiskal dalam bentuk “bailout”, sebesar 700 milliar US Dollar . Dorongan ekonomi pasar bebas (free market) dalam bentuk stimulus utang yang tidak terkontrol, budaya konsumtif yang tak terbendung melalui pemakaian kartu kredit (credit card) secara membabi buta, menjadi faktor utama letupan krisis keuangan ini muncul. Terjadilah apa yang kita sebut, “subprime mortgage” , suatu bentuk kredit pinjaman yang tidak sehat secara keuaangan. , namun tetap dipaksanakan oleh cukong-cukong kapitalis sebagai bentuk kompromi antar sesama.
(Bersambung......)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang katro ini. Biasakanlah berkomentar setelah Anda membaca artikel. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!