Belajarlah dari Amerika Latin ; Semangat Sosialisme yang terusmembara

Sabtu, 12 April 2008

"Sosialisme tidak akan pernah mati, akan terus hadir dalam setiap nafas kaum yang dihinakan, dia adalah hantu bagi tuan-tuan serakah, malaikat bagi kaum miskin!".

The End Of Ideology , demikian judul buku yang dijadikan alat propaganda kekuatan kapitalisme Global yang ditulis oleh Francis Fukuyama. Dibalik analisis yang membenarkan tonggak berdirinya kapitalisme dengan gagah perkasanya itu, tersimpan black propaganda terselubung yang semakin menyudutkan ideologi Sosialisme sebagai salah satu alternatif di tengah situasi kegamangan Kapitalisme yang mengalami gelombang krisis pasang surut. Sungguh suatu hegemonisasi yang ingkar dari fakta dan kenyataan. Atas dasar dan fakta apa Fukuyama membenarkan bahwa pertarungan ideology-ideology dunia telah berakhir dengan kemunculan KAPITALISME sebagai pemenang yang tak terkalahkan?

Gambaran situasi gelombang perlawanan rakyat amerika latin hari ini dalam menghadapi neo-liberalisme adalah titik tolak kebangkitan gerakan kiri dunia yang secara objektif telah mencapai tahapan-tahapan revolusioner di dalam kerangka menempatkan spektrum politik sosialisme dalam pentas kekuasaan (road to the power). “Sejarah pasti menempatkan kelas buruh-tani dalam kekuasaan ditengah himpitan krisis yang terus melanda buasnya sistem kapitalisme”, demikian maxim yang selalu terucap dari mulut seorang Marxis sejati, V.I. LENIN yang berubah menjadi sebuah keyakinan akan kemenangan kelas buruh-tani dibawah panji-panji sosialisme. Krisis ekonomi kapitalisme adalah kepastian yang absolut muncul sebagai akibat-akibat yang timbul dalam kontadiksi-kontradiksi dalam tubuhnya sendiri dan kemenangan kelas buruh-tani adalah mutlak adanya.

Soialisme bukanlah praktek ekomomi-politik dogmatis, namun suatu arahan-arahan bertindak dengan sejuta keyakinan yang dilandasi pembacaan objektif keadaan ekonomi-politik dimana Sosialisme mencoba dipraktekkan. Krisis, kemiskinan, konflik dan gejolak sosial serta carut-marutnya situasi sebuah negara adalah bom waktu yang akan meledakkan gelembung perlawanan massa secara spontanitas. Tinggal bagaimana sebuah gerakan mampu mengolah, memimpin dan mengarahkan spontanitas perlawanan massa rakyat tersebut agar tepat mengenai jantung kapitalisme. Faktualnya, kemenangan-kemenangan yang diraih gerakan kiri di seantero amerika latin bukanlah tanpa direncanakan, namun adalah praktek nyata akan keyakinan sebuah ideologi Sosialisme dengan bangunan alat politik yang terarah, rapi, sistematis dan kuat. Spontanitas massa adalah pemicu, dan alat politiklah sebagai gerbong yang akan mengarahkan kemenangan Sosialisme. Tidak ada kemenangan tanpa pemahaman akan tujuan, begitu pula dengan sosialisme! Tidak akan pernah terwujud jikalau sejarah tidak pernah berpihak dan kesadaran tidak diarahkan dalam bentuk perlawanan yang lebih kongkrit. Kasus amerika latin mengajarkan serta memberikan keteguhan hati maupun semangat tajam akan kebenaran sebuah ideologi Sosialisme yang selama ini dianggap busuk dimata tuan-tuan pemilik modal; imperialisme!!!

Rakyat Venezuela; Berjuang Ditengah Badai Krisis Kesejahteraan
Amerika latin tak jauh beda dari benua asia-afrika dalam hal posisi ketergantungan (Dependensia) terhadap kekuatan kapitalisme global. Infrastruktur ekonomi negara-negara amerika latinpun tentu menjadi sapi perahan penetrasi modal-modal imperialisme melalui proyek Neo-Liberalnya. Perangkat Structural Adjusment Programs (SAP) atau penyesuaian struktur ekonomi dinegara-negara amerika latin begitu massif yang menandakan tonggak merajalelanya praktek Neo-Liberal. Pencabutan subsidi publik, privatisasi, divestasi, deregulasi dan kebijakan pro-pasar bebas lainnya adalah menu santapan utama program ekonomi rezim-rezim pada era tahun 80-an sampai hari ini. Kemiskinanpun bertaburan dimana-mana, pengangguran menjadi pekerjaan utama dan hantu kemelaratan bahkan kematian, setiap hari membebani pikiran rakyat amerika latin. Hal tersebut adalah pemandangan sosial yang tak asing lagi bagi massa rakyat amerika latin. Ketika Mexico dinyatakan default atau tidak mampunya arus kas nekonomi negara untuk membayar utang pada tahun 1982, maka dimulailah babak ekonomi baru amerika latin dengan sejuta ilusi penyelesaiaan yang ditawarkan oleh IMF yang notabene merupakan alat kekuatan imperialisme modal untuk menekan dan memaksakan reformasi ekonomi melalui bengunan sistem ekonomi neo-liberal yang berusaha mengintegralkan sistem ekonomi domestik suatu negara kearah kompetisi pasar bebas (free market Competition) tanpa intervensi politik negara. Kenyataan tersebut menjadi sebuah bom waktu yang suatu saat akan menjadi pemicu krisis baru ketika mencapai titik kulminasinya.

Pada tahun 1989, tahun disaat terpilihnya Carlos Andres Perez sebagai presiden Venezuela, program ekonomi Neo-Liberal pro pasar bebas telah menjadi trend kebijakan yang dijadikan basis utama dalam menggerakkan arah perekonomian domestik negara Venezuela. Program-program seperti pencabutan subsidi publik, privatisasi dll-pun mulai dijalankan. Tak ayal, program Neo-Liberal Perezpun menuai dampak krisis sosial-ekonomi baru. Gross Domestic Product (GDP) Venezuela mengalami kontraksi sebesar 8,6 persen, kemiskinan meningkat 66,5 persen dari tahun sebelumnya. Gejolak sosialpun tak terhindarkan lagi. Tentu keadaan ini telah menjadi stimulus peningkatan kesadaran politik rakyat venezuela.

Disaat badai krisis melanda Venezuela, letupan perlawanan yang berwujud dalam bentuk pemberontakan guna menggulingkan pemerintahan Perez terjadi dibawah pimpinan Hugo Rafael Chavez Frias melalui barisan Bolivarian Revolution bentukannya yang meskipun akhirnya gagal. Namun, kejadian ini meningkatkan popularitas Chaves dimata rakyat ibaratkan tokoh Simon Bolivar yang selama ini menjadi legenda populis rakyat Venezuela. Terlebih lagi, logika pemberontakan yang terbangun dari rakyat akibat kemiskinan dan krisis kesejahteraan semakin meluas. Bayangkan, dinegeri yang merupakan penghasil minyak ke-empat terbesar didunia menemui kenyataan bahwa 70 % penduduknya berada dalam garis kemiskinan yang sangat tajam membuat mata terbelalak seakan tak percaya. Kekayaan negara melalui minyak sekan raib entah kemana.

Pada tahun 1998, pemilu dilaksanakan dan Chavezpun muncul sebagai pemenang sah dengan mengalahkan lawan-lawannya yang tak lain merupakan orang-orang yang pro-Neo-liberal, Pro-Pasar bebas, Pro-Amerika yang sedikit demi sedikit semakin tersingkirkan akibat kebijakan-kebijakan terdahulu pemerintahan yang tak jauh beda dengan mereka. Tak ayal, Rakyat semakin muak dengan para tokoh-tokoh tersebut akibat krisis dan kemiskinan yang terus-menerus menghantam rakyat Venezuela dan disisi lain semakin mengelu-elukan Chavez sebagai alternatif pemimpin yang membawa angin segar perubahan dan kesejahteraan. Perubahan demi rakyat, kesejahteraan di bawah panji-panji sosialisme. Babak baru sejarah kemenangan rakyat di Venezuela-pun telah dimulai.

Di bawah kepemimpinan Chavez, perombakan sistem dan kebijakan-kebijakan ekonomi-politik Venezuela muilai dilakukan dengan menerbitkan konstitusi baru yang tentunya lebih mencerminkan keberpihakan dan kepentingan mayoritas rakyat Venezuela. Undang-undang Bolivarian, begitu konstitusi ini sering disebut, Yang mengatur tentang hak dasar rakyat serta bagaimana demokrasi patisipatoris benar-benar harus diwujudkan secara total dibawah kontrol rakyat sendiri. Di dalam UUD tersebut tertuang jelas bagaimana negara menjamin hak rakyat atas tanah dalam makna distribusi secara merata kepada rakyat Venezuela.

Hal yang paling fenomenal yang dilakukan oleh Chavez adalah melakukan kontrol atau Nasionalisasi total terhadap perusahaan minyak negara (PDVSA) untuk didistribusikan secara menyeluruh untuk kepentingan kesejahteraan rakyat Venezuela. Hal terebut tentu mendapat reaksi negatif dari para pengusaha borjuasi Venezuela yang diback-up oleh Amerika yang berkepentingan terhadap aset minyak Venezuela. Percobaan kudeta terhadap Chavezpun dilakukan oleh tokoh-tokoh oposisi yang notabene adalah para kaum mapan (baca; Borjuasi) yang disokong oleh kekuatan militer yang tentunya diskenarioi oleh amerika melalui badan intelijen-nya (CIA). Selama 48 jam, kudeta atau pemngambil alihan kekuasaan oleh kekuatan borjuis-reaksioner terjadi dibawah pimpinan Assosiasi pengusaha nasional (FEDECAMARAS) antek Imperialis Pedro Carmone. Pembubaran kabinet, pencabutan Konstitusi Bolivarian sampai pembubaran Ombudsmen adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh kekuatan borjuis-reaksioner yang dianggap Chavez sebagai tindakan kontra-revolusi.

Namun sejarah berkata lain, tingkat kesadaran massa rakyat menggelembung cepat menyadari bahaya kembalinya kekuatan pro-Imperialis tersebut. Jutaan massa pro-Chavez, Pro-Demokrasi mengepung istana presiden meminta kembalinya Chavez dan memberlakukan kembali konstitusi Bolivarian yang Pro-Rakyat. Drama kudetapun berakhir selama 48 jam yang ditandai kembalinya Chavez ditampuk kekuasaan yang berarti kemenangan rakyat Venezuela, kemenangan demokrasi dan Sosialisme Venezuela.

Perjalanan babak sejarah rakyat Venezuela membuktikan bahwa hanya dengan kekuatan rakyat terorganisirlah yang mampu menciptakan demokrasi sejati demi terwujudnya Sosialisme Sejati.

Situasi terakhir di Venezuela sendiri pasca referendum mengenai presiden semumur hidup ditolak, kekuatan Chavez tetap tak tergoyahkan dari segala upaya dan hantaman imperialism Amerika yang mencoba menggoyahkannya. Propaganda hitam (black campaigne) yang terus dihembuskan Amerika terhadap Chavez sama sekali tidak membuat rakyat venezuela menanggalkan dukungannya terhadap Chavez. Sekali lagi, ini merupakan buah konsistensi Chavez dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seantero Rakyat Venezuela. Bahkan yang paling menggakan adalah, dukungan serta solidaritas terahdap perjuangan (baca ; revolusi untuk sosialisme) Venezuela terus mengalir, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dengan terbangunnya komunitas “Hands Of Venezuela (HOV)”. Upaya ini dimaksudkan agar perjuangan Negara-negara dunia ketiga tidak terpisah-pisah dan terorganisir dengan rapid an terpimpin.

Panggung Elektoral : Strategi Gerakan Rakyat Brazil Menuju Kekuasaan
Bertahun-tahun perlawanan rakyat terus terlontar dari panah kemarahan rakyat akibat situasi ekonomi serta krisis politik yang terjadi dan berlangsung tanpa henti. Metodelogi yang digunakanpun sangat tergantung dari perkembangan situasi objektif di masing-masing negara. Tingkat perlawanan tentulah tidak hanya terhenti hanya sebatas menggugat dan menolak suatu kebijakan ekonomi-politik yang tidak pro terhadap rakyat, namun jika kita memandang suatu persoalan secara sitematis dan objektif, maka kita akan menemukan bahwa akar dari segala akar persoalan muncul dari bangunan sistem kekuasaan yang tentunya lebih mengabdi kepada segelintir orang yang kita sebut pemilik modal yang pada sisi yang lain telah mengeruk keringat serta memeras tenaga rakyat pekerja sebagai jalan kekuasaannya. Maka perjuangan dan perlawanpun harus diarahkan kepada pemenangan rakyat terhadap sisitem kekuasaan yang ada.

Begitu halnya dengan rakyat Brazil yang memilih memainkan peran dalam konteks demokrasi liberal dengan strategi elektoral menuju jalan kemenangannya. Kemengan Lula Ignasio Da Silva adalah langkah awal Brazil menuju sistem negara yang sepenuhnya mengabdikan kebijakan-kebijakannya kepada rakyat khususnya kelas pekerja dan kaum tani tak berpunya.

Akar tonggak berdirinya Babak sejarah perlawanan rakyat Brazil menuju kemenangan dimulai dari pembangunan wadah-wadah perlawanan rakyat yang secara teritorial berangkat dari wilayah pedesaan yang lebih besar populasi penduduk berbasis petani tak bertanahnya. Problem-problem pedesaan yang berangkat dari hubungan produksi kepemilikan tanah yang banyak mengeksploitasi para buruh-buruh tani atau pekerja pertanian yang tak bertanah, maka arah perjuangan para tani-tani tak bertanah tersebut memuncak pada tuntutan distribusi tanah dan pembagian hasil produksi secara adil. Merekapun lalu membentuk wadah-wadah perlawanan yang pada akhirnya mampu menghimpun perlawanan gerakan kaum tani tak bertanah (people landless movement) secara rapi, terstruktur dan militan dalam sebuah bangunan organisasi tani yakni Movimento dos Sem Terra atau yang lebih dikenal dengan sebutan MST yang sekarang menjadi organisasi perlawanan yang mempunyai basis yang menguasai hampir 60 % petani yang tersebar diseluruh Brasil.
Para kader-kader militan MST menyadari bahwa tuntutan perjuangan yang akan menghantarkan kemenagan total rakyat tentu tidak hanya berkubang diteritorial pedesaan. Namun perjuangan tersebut mestilah menggunakan piont politik diperkotaan sebagai gerbong partisipasi politik untuk semakin menarik dukungan luas dan memantapkan strategi-taktik perjuangan menuju terbangunnya prinsip demokrasi kerakyatan yang seutuhnya mengabdi kepada rakyat Brasil. Maka, MST meskipun secara prinsip merupakan organisasi independen, menjalin hubungan dan kerjasama dengan Partido do Trabalhadores (PT) yakni partai politik pimpinan Lula Ignacio Da Silva sebagai jembatan politik menuju kemenangan rakyat melalui perjuangan Elektoral.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemenangan Lula Da Silva pada pemilu Brazil tahun 2003 adalah berkat sokongan politik dari MST. Bahkan pengurus-pengurus PT dari desa sampai tingkat nasional sebagian besar adalah kader-kader MST. Secara umum, hubungan MST dan PT adalah hubungan politik yang berwatak kritis, dinamis dan demokratis. MST melihat bahwa PT adalah alat politik yang paling progresif dalam menggolkan tuntutan-tuntutan kesejahteraan rakyat dalam sistem politik elektoral sebagai wujud pertarungan pada ranah demokrasi liberal di Brazil.

Namun, kemenangan Lula Da Silva tidaklah membuat MST berpikir bahwa pemerintahan lula akan secara cepat melahirkan perubahan fundamental mengingat kemenangan tersebut tidak diperoleh secara mutlak dari rakyat, akan tetapi adanya kompromi dan kerjasama politik dari kelompok tengah-demokrat yang notabene hanya berkepentingan akan kue kekuasaan semata. Keraguan akan pemerintahan yang akan tetap terseret dalam pusaran ekonomi global pro-pasar bebas dengan trend Neo-Liberlismenya adalah beralasan mengingat aliansi taktis tersebut. MST bahkan hari ini menjelma menjadi kekuatan oposisi yang tetap memelihara watak dan karakter revolusionernya dan menggunakan gelombang massa yang terorganisir dalam memperjuangkan kepentingan rakyat Brazil. Apalagi pemerintahan Lula Da Silva mulai bergeser dan tenggelam dalam konteks perekonomian imperialis secara integral dengan masih mempraktekkan konsesi-konsesi ekonomi Neo-Liberal yang merugikan rakyat Brazil. Faktualnya, Gerakan MST tetap harus berjalan dalam koridor kesetiaanya terhadap politik pengorganisiran massa sebagai jalan mencapai kemenangan sejati rakyat. Hal tersebut harus dilihat dan dipahami sebagai proses politik rakyat Brazil dalam mencapai tahapan-tahapan kemenangan secara gradual namun semakin memberikan kepercayaan politik yang besar dalam penentuan sejarah kemenangan rakyat dan Sosialisme berikutnya.

Lantas bagaimana dengan Indonesia sendiri?
Hingga saat ini kekuatan rakyat masih terlalu dini untuk dikatakan matang untuk mengambil alih kekuasaan politik dari tangan imperialisme dan antek-anteknya. Kekuatan rakyat harus mampu menguji perjaungan secara multi-sektor dengan melatih pertempuran dengan persatuan sebagai alat utamnya. Buruh, tani, miskin kota, intelektual, harus mampu melakukan praktek penguatan gerakan rakyat secara terpimpin. Kondisi ekonomi yang kian memprihatinkan, seharusnya mampu untuk diolah sebagai sebuah senjata pemantik kemarahan rakyat. Meluasnya protes kontrak dan outsourcing dikalangan buruh, harga gabah petani yang semakin murah akibat liberalisasi impor pangan, kian mahalnya penidikan bagi mahasiswa dan pelajar akibat praktek swastanisasi, penggusuran yang semakin marak dialami oleh miskin kota, serta sejumlah persoalan pokok rakyat lain yang semakin bertumpuk, menjadi senjata bagi meluasnya protes rakyat. Persoalannya sekarang adalah, tinggal bagaimana kita mengolahnya dengan baik agar mampu melahirkan sebuah kekuatan yang mampu merobek dinding kedzaliman penguasa.

*Penulis adalah anggota PRP Komite Kota Persiapan Samarinda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang katro ini. Biasakanlah berkomentar setelah Anda membaca artikel. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!