Bagaimana Seharusnya Masyarakat Memilih Pemimpin ?

Senin, 03 September 2007

(Bontang 1 september 2007, 12 : 14 wita)
Tinggal menghitung bulan sebelum momentum elektoral (baca ; Pemilihan Kepala Daerah langsung - PILKADAL) Propinsi Kalimantan Timur akan digelar pada tahun 2008 nanti, namun hiruk pikuk dan keramaiaan aktivitas kampanye menarik dukungan masyarakat oleh para bakal calon Gubernur, sudah begitu tajam menggema diseluruh pelosok-pelosok daerah disemua Kabupaten/Kota yang ada di Kalimantan Timur. Soroton media lokal dan nasional mengenai Calon yang layak dan diinginkan masyarakat, menjadi buah bibir sehari-hari. Pemberitaan media tersebut begitu laris manis dikonsumsi oleh masyarakat bak pohon kering yang mendapatkan air hujan di tengah musim kemarau. Berita tentang PILKADAL inipun, begitu menyedot perhatian masyarakat, jauh melebihi berita apapun.

Sejatinya, Demokrasi hanya akan berjalan dengan baik pada koridor sesungguhnya dengan dua syarat, Pertama, bahwa masyarakat mengerti akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, Kedua, bahwa masyarakat mampu mempertahankan dan berjuang menjaga hak dan kewajibannya tersebut. Jika kedua hal tersebut belum mampu direalisasikan, maka demokrasi tinggal asumsi dan wacana (discourse) belaka. Panggung Politik electoral (Baca ; PILKADAL), merupakan salah satu media bagaimana seharusnya masyarakat belajar berdemokrasi, belajar bagaimana seharusnya meneropong calon pemimpin yang akan mengakomodasi kepentingannya, bukan sekedar memilih karena keluarga, teman, atau karena iming-iming janji harta, jabatan dan kekayaan.

Secara prinsip, tujuan utama dari sebuah hajatan pemilihan kepala pemerintahan, bukanlah sekedar memilih orang (personality) saja, namun bagaimana mengatasi dan menyelesaikan persoalan (Problem Solving) yang dihadapi oleh daerah melalui media kepala pemerintahan daerah atau Gubernur, dan bagaimana berupaya sekeras-kerasnya untuk membangun daerah disegala bidang, agar dikemudian hari mampu memberikan kesejahteraan sepenuhnya bagi seluruh warga masyarakat. Namun bagaimana seharusnya masyarakat bersikap agar tidak salah dalam memilih calon pemimpin Kalimantan Timur selama 5 (Lima) tahun kedepan? Mari kita jawab dengan beberapa faktor-faktor berikut ini, yang harus kita nilai dari seorang calon pemimpin.
1. Kriteria

Kriteria yang dimaksud disini adalah patokan-patokan dasar yang mnejadi tolak ukur bagi kita untuk menilai kesanggupan seseorang untuk memimpin dan membawahi masyarakat. Patokan dasar tersebut terdiri atas ; kemampuan berpikir (intellectual ability), kemampuan dalam menganalisa (ability to analyze), dan kemampuan dalam bertindak (ability to take steps). Inilah tiga kriteria kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Tiga hal tersebut di atas, merupakan kunci dasar bagaimana seorang pemimpin mampu mengakomodir kepentingan-kepentingan masyarakat. Seorang pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang tidak sekedar mengandalkan kemampuan pikirannya, yang terkadang mengarah kepada “text book thinkers”. Namun pikiran itu harus dipadukan dengan daya analisa yang matang dengan mengakhirinya dengan sebuah tindakan nyata. Kemampuan analisa seseorang, akan menjadikannya paham dengan objek yang dipikirkan, dengan mengutarakan baik-buruknya tindakan, besar-kecilnya resiko, serta kelemahan-kelemahan kebijakan yang akan diambil nantinya.

“Tong Kosong”, demikian maxim (ujar-ujar) para founding fathers Negara kita. Istilah ini ditujukan kepada orang-orang yang hanya memiliki omongan besar (baca ; janji-janji belaka), namun tidak pernah mampu mengimplementasikannya secara kongkrit bagi tahapan pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Gelar tersebut, memang terasa sangat pantas bagi sebahagian besar elit politik kita hari ini. Betapa tidak, hampir seluruh janji-janji yang diumbar semasa kampanye dahulu, hingga kini belum menampakkan batang hidungnya. Kemakmuran, kesejahteraan, kesetaraan serta ketentraman masyarakat, tak lebih dari isapan jempol belaka, bagaikan mimpi disiang bolong.

Masyarakat harusnya lebih dewasa dan cerdas memilih pemimpin yang betul-betul memiliki kepekaan krisis social (sense of social crisis), dalam arti bahwa pemimpin yang harus kita pilih adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan intelektual, daya alalisis yang kuat terhadap problem-problem social, serta mampu mewujudkan secara nyata keinginan-keinginan masyarakat secara utuh.
2. Program

Program merupakan bentuk nyata dari perencanaan matang (the ripe planing) dari hasil olahan pemikiran. program menjadi begitu sangat berharga jika memenuhi koridor-koridor yang disyaratkan, yakni : Pertama, program harus realistis, dan tidak mengada-ada. Hal ini dimaksudkan agar program yang ditawarkan untuk dikerjakan mampu terwujud dengan kemampuan subjektif yang dimiliki. Program yang terkesan mengada-ada dan tidak bersandar kepada kemampuan, hanya akan menjadi barang usang yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Kedua, program harus memiliki target/batas waktu (deadline). Hal ini akan menjadi tolak ukur keberhasilan serta kekurangan dari implementasi dari sebuah pelaksanaan program. Tanpa target waktu realisasi, maka kita akan sangat sulit mengukur sejauh mana efektifitas dari sebuah program. Ketiga, program yang ditawarkan harus berbasis kepada kepentingan masyarakat (Populism programs). Pengalaman memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa hampir rata-rata institusi pemerintahan bak eksekutif, legislative maupun yudikatif, selalu menelorkan program yang cenderung berbasis kepada kepentingan kelompok dan golongannya semata. Hal ini justru menjadikan masyarakat semakin miris dan kehilangan kepercayaan (loose of expectation) dan menarik dukungannya terhadap para elit politik.

3. Rekam jejak (Track Record)

Rekam jejak atau sejarah perjalanan seseorang, begitu berharga dalam proses penilaian kita. Hal ini menjadi salah satu barometer apakah seseorang layak untuk kita pilih sebagai seorang pemimpin. Jikalau seseorang tidak pernah memiliki catatan hidup yang kelam seperti korupsi, tindak pidana, genocide, atau hal-hal yang melanggar sisi kemanusiaan, maka adalah wajar untuk menjadikannya seorang pemimpin. Jika kita berkaca pada sejumlah PILKADAL di beberapa daerah lain di Indonesia, maka kita akan menemukan fakta buruk bahwa terdapat beberapa calon Gubernur/Bupati yang memiliki track record jelek dan buruk, tapi tetap dipilih oleh masyarakat. Ini tentunya menjadi bahan evaluasi bagi masyarakat kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Hal tersebut di atas tidaklah cukup, seseorang yang patut untuk dijadikan pemimpin juga harus memiliki catatan hidup dari sisi keberhasilan untuk mewujudkan sesuatu, entah keberhasilan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, atau keberhasilan dalam membangun Negara dan bangsa. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang paling pertama menangis dalam kesusahan, dan yang tertawa paling akhir disaat kesenangan menghampiri.

Ketiga faktor tersebut di atas inilah yang seharusnya menjadi penilaian bagi masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri. Sudah saatnya masyarakat berpikir dan bertindak dengan pendekatan rasio, bukan lagi dengan cara pendekatan kedaerahan (primordial) dan kedekatan (nepotism), yang lebih mengutamakan hubungan pertemanan , kekeluargaan serta tipu daya serta janji dari seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung di BLOG saya yang katro ini. Biasakanlah berkomentar setelah Anda membaca artikel. But No Spam, No Porn....OK Bro!!!